Latar Belakang Konflik Kashmir
Kashmir yang terletak di kaki Gunung Himalaya memang patut mendapat julukan surga. Tanahnya subur, pemandangannya indah, dengan sungai-sungainya yang mengalir. A garden of eternal spring dan an iron fort to a palace of kings menjadi julukan Kashmir atas keindahan alamnya yang luar biasa. Namun nasib rakyat Kashmir tak seindah dengan julukannya, mereka hidup dalam kegetiran dan ketakutan.
Wilayah Kashmir memiliki keuntungan yang sangat menggiurkan dari segi ekonomi. Kashmir merupakan obyek wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya dan juga merupakan pusat industri wol, karpet, serta dengan tanahnya yang subur. Selain itu Kashmir merupakan tempat mengalirnya sungai-sungai besar Indus, Jhelum yang penting bagi sektor pertanian. Dibidang militer, lembah Kashmir adalah tempat yang sangat strategis bagi pertahanan negara dengan wilayahnya yang memiliki topografi pegunungan, serta merupakan wilayah dengan perbatasan dengan banyak negara seperti Afganistan, China, Tibet.
Sebelum Kerajaan Islam Mughol berkuasa pada tahun (1526-1858), Kashmir dikuasai oleh kerajaan Budha dan Hindu. Kemudian Kerajaan Mughol runtuh karena mengalami kekalahan dalam perang melawan Kerajaan Inggris dalam peristiwa Sepoy Muntiny. Akibatnya, seluruh daratan India dikuasai oleh Inggris termasuk Kashmir. Namun kemudian Kashmir dijual kepada keluarga Hindu Dogra hingga tahun 1947 pada masa Harry Singh tetapi masih dalam wilayah administrasi Kerajaan Inggris. Pada masa ini Masyarakat Muslim Kashmir mulai mendapatkan tekanan dari pemerintahan Hindu Dogra.
“ Kami telah membawa isu Kashmir ke PBB dan memberikan janji pada suatu solusi damai atas Kashmir. Sebagai sebuah bangsa yang besar kami tidak dapat menarik kembali janji itu. Kami telah meninggalkan pertanyaan bagi solusi final untuk rakyat kashmir dan kami memutuskan untuk berpegang pada keputusan mereka”[7] Diakui bahwa saat ini peran Internasional terhadap kasus Kashmir sangat kecil sekali, terbukti PBB sebagai organisasi perdamaian dunia sampai saat ini belum mampu menyelesaikan konflik Kashmir secara berkeadilan dan tidak mempunyai sikap tegas untuk memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar perjanjian yang telah disepakati. Ibaratnya macan ompong, walupun besar dan gagah, namun tidak memiliki sikap keberanian yang seharusnya dimiliki PBB sebagai badan Internasional yang memiliki fungsi untuk menyelesaikan konflik. Bukti ketidakmampuan PBB adalah sikap pengabaian India terhadap resolusi PBB. Pada tahun 1953, India telah mendeklarasikan bahwa tidak ada perlunya mengadakan sebuah plebisit bahkan India telah memaksakan pemilu yang didalamnya penuh kecurangan demi kepentingannya. Bahkan India menganggap bahwa konflik kashmir adalah masalah dalam negeri yang tidak memerlukan campur tangan asing. Karena ada kekhawatiran kalau hasilnya nanti akan merugikan kepentingan nasional India yang menjadikan Kashmir masuk dalam kekuasaan Pakistan. Sedangkan dalam banyak kesempatan dalam forum PBB India selalu memberikan janjinya untuk mengadakan plebisit dalam kasus Kashmir. Inkonsisten India mengakibatkan Kashmir masuk kedalam jurang kesengsaraan yang berkepanjangan.. China, Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris dan Perancis memiliki kepentingan besar dalam memanfaatkan eksistensi konflik Kashmir sebagai komoditas untuk mencapai kepentingan nasional mereka. Selain karena letaknya yang strategis, India juga memiliki kekuatan ekonomi yang tangguh serta memiliki sumber daya yang melimpah dan memiliki jumlah penduduk di atas satu milyar jiwa yang merupakan pangsa pasar yang sangat strategis, namun kemajuan yang dicapai India ini ternyata mendapatkan respon negatif dari sebagian negara tadi dengan menjadikan Pakistan sebagai partnernya Berbeda dengan India, Pakistan memiliki perekonomian yang lemah bila dibandingkan dengan India, apalagi di Pakistan sering terjadinya pergantian kepemimpinan dan kudeta militer.dengan mayoritas penduduknya adalah Islam. “Serta ada ketakutan yang tidak tersembunyikan bahwa dunia barat memang sangat curiga dengan segala hal yang berbau Islam, negara Islam ataupun fundamentalisme Islam. Islam dipandang sebagai momok yang mengancam kemapanan hegemoni barat”[8]. Apalagi setelah runtuhnya gedung WTC pada peristiws 11 September 2001 yang mengubah pandangan masyarakat internasional terhadap masyarakt Muslim. Sehingga kebijakan luar negeri yang mereka ambil sangat berat sebelah terhadap perkembangan dan penyelesaian konflik Kashmir, karena kepentingan nasional mereka lebih penting jika dibandingkan dengan penderitan yang harus dialami oleh rakyat Kashmir yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
[1] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Derwasa ini, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005, hal 161.
[2] “kisah dibalik kisah kashmir”,on line, www.didyouknow.cd/indonesia/kisah/story, diakses tanggal 21 september 2006.
[3] Ibid
[4] Dhurorudin Mashad, Kashmir : Derita Yang Tak Kunjung Usai, Jakarta, Khalifa, 2004, hal 3-4.
[5] “ muslim Kashmir Terkoyak Banyak Kepentingan” on line www.republika.co.id/koran_detail diakses tanggal 21 September 2006.
[6] “ lonceng kematian sekulerisme di India” , kompas, 29 April 2002 hal 3
[7] Ibid, hal. 10.
[8] Dhurodin Mashad, Agama dalam Kemelut Politik : Dilema Sekulerisme di India. Jakarta. PT Pustaka Cidesindo, 1999, hal 117