Kartel SMS


Antara Perlindungan konsumen dan Kartel SMS

Perdagangan bebas memiliki implikasi terhadap kehidupan ekonomi Indonesia di antaranya adalah persaingan di antara pelaku usaha. Pada dasarnya persaingan usaha adalah wajar dalam rangka memperluas kentungan dalam kehidupan ekonomi asalkan persaingan tersebut adalah persaingan yang sehat yang bertujuan menciptakan kekuatan pasar yang tidak dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu. Perbuatan bersaing itu juga harus dapat memberikan perlindungan kepada konsumen serta pelaku usaha yang lain.
Pada tanggal 20 April 1998 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan dan mengundangkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003: 2). Undang-undang ini memberikan perlindungan atas ketidakmampuan konsumen dalam menghadapi perilaku para pelaku usaha yang meliputi perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain yang menerapkan persaingan usaha tidak sehat dalam usahanya karena hak dan kewajiban pelaku usaha akan selalu berhadapan dengan hak dan kewajiban konsumen.
Pengertian konsumen menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup, dan tidak untuk diperdagangkan. Tujuan dari perlindungan konsumen adalah (UU No. 8 Tahun 1999) :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan / atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan / atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Dalam perkembangan sebelumnya, produsen dan industriawan di Indonesia mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Produk-produk yang dihasilkan oleh produsen sering kali mengabaikan hak-hak konsumen dan produsen beranggapan bahwa perlindungan konsumen hanya akan menghambat perkembangan dunia usaha. Paradigma ini harus segera diubah dalam rangka untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkeadilan, dunia usaha seharusnya menjadikan perlindungan konsumen sebagai salah satu instrument yang penting dalam menjalankan usahanya sebagai wujud nyata ekonomi kerakyatan.
Telekomunikasi menjadi sebuah komoditas yang penting dalam kehidupan masyarakat dari kelas atas sampai kelas bawah dan kebutuhan primer masyarakat Indonesia saat ini. Pesatnya perkembangan dan persaingan industri telekomunikasi di Indonesia yang memiliki kultur masyarakat yang konsumtif serta merta tidak membuat konsumen berada dalam posisi yang menguntungkan.

Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia dimulai dengan lahirnya SATELINDO yang memperkenalkan layanan selulernya pada tahun 1993. Pada tahun 2003, IM3 melakukan merger vertikal dengan Indosat diikuti PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOMSEL) pada tanggal 26 Mei 1995. PT Excelcomindo Pratama pada Oktober 1996, setelah itu lahir beberapa industri seluler lainnya hingga tahun 2008 seperti PT Mobile-8 dengan produk fren, PT Bakrie Telecom dengan produk Esia, PT Telkom dengan produk Flexi serta Indosat juga mengeluarkan produk CDMAnya yaitu Starone. Tanggal 30 Maret 2007, Hutchison mengeluarkan produk 3 dan PT Smart Telecom juga meluncurkan produk seluler Smart dengan tekhonologi CDMA pada tanggal 3 September 2007 (www.kpu.go.id/Putusan SMS KPPU Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007).

Secara logika, dengan semakin ketatnya persaingan maka akan menciptakan kondisi pasar yang berpihak pada konsumen yaitu menciptakan harga produk jasa pada titik yang wajar. Adanya perkembangan perindustrian telekomunikasi di Indonesia maka pemerintah wajib untuk memperhatikan pelayanan industri komunikasi ini untuk menjaga persaingan sehat antar pelaku usaha serta menjamin adanya perlindungan konsumen. Untuk membangun situasi tersebut pemerintah ikut campur tangan dengan membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun1999 yang bertujuan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan konsumen serta pelaku usaha itu sendiri dengan mengeliminasi persaingan tidak sehat sehingga tercipta persaingan sehat dan wajar dalam era globalisasi.

Pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha di dalam nenyelenggarakan kegiatan usahanya. Intinya dalam pengaturan perlindungan konsumen adalah memberikan kepastian dan perlindungan hukum.

Tujuan UU Persaingan Usaha No.5 Tahun 1999 dalam Pasal 3 adalah
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

KPPU menemukan enam operator terbukti melakukan kartel SMS yaitu membuat perjanjian kerjasama atau (PKS) dalam penetapan tarif SMS sebesar Rp 250 – Rp 350 dirasakan sangat tinggi yang dinilai merugikan konsumen hingga Rp 2,827 triliun (http://nirwansyahputra.wordpress.com). Akibat kartel SMS tersebut ke enam operator tersebut secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 UU Persaingan Usaha No.5 Tahun 1999.
Pasal 11 tentang kartel menyebutkan:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran auatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Rincian kerugian konsumen itu adalah dari Telkomsel Rp 2,123 triliun, XL Rp 346 miliar, Mobile-8 Rp 52,3 miliar, Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Telecom Rp 62,9 miliar, Smart Telecom Rp 0,1 miliar. Angka itu didasarkan pada proporsi pangsa pasar operator. Berdasarkan putusan tersebut, KPPU memberikan sanksi denda kepada operator XL dan Telkomsel masing-masing senilai Rp 25 miliar, Telkom (Rp 18 miliar), Bakrie Telecom (Rp 4 miliar), Mobile-8 Telecom (Rp 5 miliar). (http://www.antara.co.id). Kerugian konsumen adalah karena konsumen kehilangan kesempatan memperolah tarif SMS yang lebih rendah, hilangnya kesempatan menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama serta konsumen dirugikan secara tidak langsung yaitu terbatasnya kesempatan untuk memilih. Seharusnya, perkembangan teknologi informasi membuat persaingan di antara pelaku usahanya semakin kompetitif untuk membentuk harga pasar yang sesuai.
Posisi konsumen seluler di Indonesia kurang menguntungkan karena kurangnya pengetahuan tehadap produk yang dipakainya atau kesadaran akan haknya juga masih rendah dikarenakan pemerintah sebagai regulator kurang memberikan perhatian yang khusus. Salah satu hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, hal ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen dalam penggunaan barang dan atau jasa yang diperdagangkan terhadap tarif SMS yang tidak transparan.

0 Response to "Kartel SMS"

Posting Komentar